Kita dua yang tersisah di Papua.
Manusia Bumi Cendrawasih Papua.
Kita Berdua, walau hanyalah Berumur belia
Kita Berdua, walau hanyalah Berumur belia
Tapi ingin berbagi cerita tentang perjalanan
kehidupan manusia Melanesia.
Kita Berdua tahu bahwa kita tidak akan mencapai umur seperti dalam rahim ibu
Namun sebagai manusia Melanesia tidak ada yg dapat membantu kita berdua
Dari datangnya Ancaman,Tekanan, Derita,
Penindasan,
Terror, Penyiksaan, Pemerkosaan, dan Pembunuhan
Yang diperbuat oleh TNI/POLRI diatas
Tanah kami Tanah Papua Melanesia
jikalau Kita berdua tahu bahwa kita berdua akan meninggal segera
Bila memang manusia Melanesia tidak
menghantarkan kita berdua
Karena, hingga ke titik puncak
perjuangan kebebasan di Bumi Cendrawasi ini
Tapi bagaimana?
Apakah mereka akan datang pada malam hari
Ketika kita berdua berbaring diatas
tempat tidur
Dan menghancurkan Kekayaan Alam kami
dan rumah kami?
Apakah manusia Melanesia membiarkan
kita berdua
Dengan kehidupan Penderitaan seperti ini?
Mereka akan berkata bahwa umur panjang
kalian hanya omong kosong
Atau akankah manusia Melanesia mengerti
akan penderitaan ini
Misalnya akan membawa kami berdua dari
tekanan dan penindasan dan lainnya
Ke titik puncak perjuangan menuju
kebebasan dan kedamaian
Kita berdua tahu pada suatu saat nanti
kita tak akan dapat kembali
bersama-sama
Kami akan berpisah dengan mereka
Untuk selama-lamanya dan bebas dari
tekanan
Dan penindasan diatas Alam kami Bumi
Cendrawasih Papua Melanesia
Ini sesuai dengan Kehendak dan Rencana Tuhan.
Ayah kita berdua,Ibu kita berdua dan manusia Melanesia
Kebanyakan sudah ditindas, dibunuh
habis-habis oleh TNI/POLRI
Sambil mereka merampas-rampas hasil
Kekayaan Alam kami
Di Bumi Cendrawasih yang Tuhan berikan
Untuk kami mengolah sendiri.
Namun, Kita berdua hanya menjumpai cerita
yang lain
Jenazah yang berlumuran darah
Manusia Papua melanesia tak akan dapat
hidup kembali dari kematian
Dan melawan TNI/POLTI bersama-sama
kita dua dan hanya kamilah yang
tersisah di Bumi Cendrawasih ini.
Kalau kakak-kakak manusia Melanesia
tidak Membawa kita berdua
Ke titik puncak perjuangan kebebasan
tubuh mungil kita berdua
Akan beristirahat di makam kecil kita
berdua untuk selama-lamanya
Setiap hari,kita berdua duduk menatap
arah matahari
Dan bertanya kepada matahari
Dengan hati yang penuh dengan
derita,sedih dan sakit
Kapankah kebenaran itu bersinar?
Semuanya ini berakhir sambil menunggu
Ayah,Ibu
Dan saudara-saudari manusia Melanesia
Yang sudah tiada di Bumi Cendrawasih
ini
Untuk pulang kembali ke Bumi Cendrawasih
Tetapi saat kita berdua menatap
matahari itu,
Dia juga selalu mengatakan kepada kita
berdua
Dengan suara yang nyaring lembut
Bahwa Ayah,Ibu dan saudara-saudari Manusia Melanesia
Bahwa Ayah,Ibu dan saudara-saudari Manusia Melanesia
Yang sudah terlebih dahulu meninggalkan
Bumi Cendrawasih ini
Bahwa mereka tidak akan kembali
Tetapi mereka menuju ke tempat yang indah
Itu disana mereka akan menjadi
Malaikat-malaikat
Karena mereka meninggalkan Bumi
Cendrawasih itu diatas Kebenaran
Mereka selalu mengatakan kepada kita
berdua pula
Agar tak takut akan Gelombang waktu
menuju pembebasan
Dalam Perjuang Kebebasan yang penuh
Damai
Karena kami berdua adalah Manusia Melanesia selamanya
Karena kami berdua adalah Manusia Melanesia selamanya
*) Penulis adalah Mahasiswa Papua asal Meepago
__________________________________________________________________________________
*) Penulis Puisi adalah Mahasiswa
Pegunungan Bintang, La- Pago
JERITAN ANAK NEGERI
Oleh: Antipmen Delka *)
Harga diri tak di hargai
Perhatian kini tiada
Hanya jeritan tangis dimana-mana.
Ku tak sanggup melihat
Dan mendengar tangisan anak negeriku
Karena hitam kulit tak dihargai
Walau Hitam kulit bukan kegelapan
Tetapi fajar timur yang terang
Menerangi Negeri Surga ku Papua dan seluruh dunia
__________________________________________________________________________________
Harum Negeri Papua luntur
Sore itu
langit tampak cerah bersinar
Angin
bertiup utara ke selatan
Membuat sore kota itu menjadi segar
Nanyian riang air terdengar meraung
Kumpulan ombak
kecil menyatu menuju daratan
Deretan gunung terbentang melintasi kota
Yang membuat
kota itu indah
Sungai jernih mengalir membawa emas bagi dunia
Suasana kota
itu tak tampak
Dan kini semakin menyuram,
Emas dan
harta kekayaan alam lainnya menjadi milik orang
Dulu
kangkung bisa ambil
Dipinggir jalan tepi
Sekarang kangung
hanya bisa beli di tokoh
Guru
matematika jadi pemain togel
Siapa yang
mendidik anak-anak?
Siapa lagi
yang akan membangun negeri ini?
Yang punya
siapakah sebenarnya negeri ini?
Zamanpun semakin
berkembang,
Budayapun semakin hilang tenggelam,
Dalam lautan
pasifik,
Akankah ia
kembali lagi?,
Eloknya
negeriku,
Tampak indah dan permai.
Namun, emas
dan uranium tampak sepih
Entah
kemana?
Harum dan
wanginya kembang-merembang kemana-mana,
Tapi rumah
milik emas, menjadi sepih
Itulah
tumbuhnya sejuta harapan,
Disanalah
kuterukir
terlunturnya diri
Itulah
negeriku papua, yang kusayangi
*) Penulis Puisi adalah Mahasiswa
Pegunungan Bintang, La- Pago
__________________________________________________________________________________
REVOLUSI PAPUA
[Diary Papua]
Aku bergerak pagi ini
Kudapati kabar
Yahukimo lapar
55 telah kau ambil dariku
Aku bergerak pagi ini
Kudapati berita
Puncak Jaya masih berduka
97 dimakamkan tanpa nisan
Aku bergerak pagi ini
Kudengar cerita kawan
Digul memanggil Libo Oka
Lelah aku dengar Jeritan itu
Lelah kubaca kabar itu
Terpekik tapi tertahan
REVOLUSI!
Aku Bangkit Setiap 100 Tahun
Ketika Rakyat Bergerak!
Aku bangkit bersama Rakyat
Ketika Rakyat Bersatu
Senandungkan Nyanyian Jiwa
"Hai, Tanah-ku Papua!"
Port Numbay,
Fri, 9 Dec 2005 18:04:55
Posting Komentar
Silahkan Tinggalkan Komentarnya sesuai dengan isi berita yang anda lihat dan baca..?