Hidup memang penuh arti Ada perjuangan untuk pribadi Ada perjuangan untuk bangsa dan Perjuangan untuk sebuah masa depan negara Disini aku melangkah dengan perjuanganku Disini aku bebas walau ada batas Disini aku jalani kehidupan untuk sementara Disini dan disini........

LPMA SWAMEMO Komitmen Tuntaskan Masalah Pertambangan Emas Degeuwo

Senin, 09 Februari 20150 komentar


Dalam tahun 2015 ini, Lembaga Pengembangan Masyarakat Adat Suku Walani, Mee dan Moni (LPMA SWAMEMO) Wilayah Adat Meepago Kabupaten Paniai berkomitmen untuk fokus pada agenda dan langkah-langkah kerja penyelesaian permasalahan pertambangan emas liar/ilegal di sepanjang Sungai Degeuwo.

LPMA SWAMEMO Komitmen Tuntaskan Masalah Pertambangan Emas DegeuwoOleh: Thobias Bagubau*

Wilayah sepanjang Sungai Degeuwo hingga hari ini terus dieksploitasi banyak pengusaha dan perusahaan ilegal. Sudah 12 tahun mereka mengeruk kekayaan emas, sejumlah pengusaha mendatangkan minuman keras (Miras) hingga Wanita Tuna Susila (WTS) dari luar Papua.

Tak sedikit persoalan terjadi sejak daerah milik tiga suku (Walani, Mee dan Moni) ini ditemukan butiran emas di Tagipige pada tahun 2003 lalu. Seiring hadirnya pengusaha dan perusahaan ilegal, puluhan warga setempat korban, akibat ditembak aparat keamanan.

Sementara, hak-hak dasar masyarakat adat di sepanjang Sungai Degeuwo masih terus diabaikan. Oleh karena itu, LPMA SWAMEMO berkomitmen mendorong agar persoalan-persoalan tersebut harus segera diselesaikan dalam masa kepemimpinan Bupati Kabupaten Paniai, Hengky Kayame.

Perlu diketahui, sejak tahun 2007 hingga 2012, kami terus advokasi persoalan Degeuwo ke instansi pemerintah, berbagai jaringan LSM/NGO di tingkat lokal, Nasional, Regional, bahkan Internasional. Agar persoalan Degeuwo segera diatasi dengan mengambil sebuah solusi yang memuaskan keinginan masyarakat adat di sepanjang Sungai Degeuwo.

Upaya tersebut agar mewujudkan keadilan, keselamatan kemanusiaan dan kekayaaan alam yang ada di daerah ini untuk dikelola dan hasilnya dapat meningkatkan taraf kehidupan masyarakat pemilik hak ulayat di sekitar Degeuwo.

Jujur bahwa selama ini masyarakat pribumi terpinggirkan dari hak ulayatnya, sementara kekayaan terus dikeruk orang luar Degeuwo. Masyarakat benar-benar tak mendapat hasil sedikitpun. Ekonomi keluarga, kesejahteraan, pendidikan, kesehatan dan pembangunan jauh dari yang didambakan.

Hak-hak dasar masyarakat adat Degeuwo tidak mendapat perhatian layak, selalu diabaikan sampai saat ini.

Oleh sebab itu, untuk menjawab beberapa persoalan mendasar yang kami jelaskan tadi, akhirnya awal tahun 2007 lalu, sesuai dengan keinginan masyarakat adat Degeuwo dan beberapa tokoh masyarakat mengharapkan agar segera membentuk sebuah wadah atau organisasi yang dinamakan Aliansi Intelektual Suku Walani Mee dan Moni (AISWMM), berkedudukan sementara di Jayapura.

AISWMM dibentuk secara mendadak karena melihat berbagai persoalan yang terjadi di lokasi pendulangan emas di Degeuwo, untuk kepentingan advokasi dan koordinasikan langsung kepada lembaga-lembaga terkait yang ada di Jayapura.

Sedangkan Tim Terpadu kedudukan di Kabupaten Paniai dan Nabire, yang untuk bekerjasama dan mengakomodir masyarakat adat Degeuwo serta AISWMM di Jayapura agar memudahkan koordinasi kerja antara kedua wadah yang dibentuk. Wilayah kerja kedua wadah ini, lebih fokus di sepanjang Sungai Degeuwo.

Pembentukan dua wadah ini, dengan tujuan mengakomodir masyarakat adat tiga suku yakin Walani, Mee dan Moni guna melakukan sosialisasi, pemberian kesadaran dan pemahaman kepada masyarakat adat tiga suku di sepanjang Sungai Degeuwo.

Selain itu, kedua wadah ini lebih fokus pada melakukan ivestigasi di lapangan dan kajian yang kemudian dijadikan bahan seminar, audiens, dan advokasi kepada pihak terkait, pemerintah dan LSM/NGO.

Adapun beberapa persoalan yang terjadi selama ini di Degeuwo, yaitu:

1). Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), pembunuhan dan intimidasi terhadap Masyarakat Adat suku Walani, Mee dan Moni di sepanjang Sungai Degeuwo oleh oknum aparat TNI/Polri yang selama ini terus dibacking pengusaha dan perusahaan ilegal, mulai sejak tahun 2003 hingga 2014.

2). Perampasan dan pencurian hasil kekayaan alam oleh oknum pengusaha dan perusahaan liar baik orang pendatang maupun orang Papua yang nota bene bukan pemilik hak ulayat di sepanjang Sungai Degeuwo.

3). Kerusakan Lingkungan; penebangan hutan, kehancuran tanah, penggusuran gunung keramat milik masyarakat Degeuwo.

4). Munculnya berbagai penyakit sosial dan HIV/AIDS karena adanya WTS yang didatangkan oleh pengusaha ilegal di sepanjang sungai Degeuwo.

5). Persoalan administrasi surat izin yang dikeluarkan oleh mantan Bupati Naftali Yogi dan Bupati Nabire kepada oknum pengusaha dan perusahan skala besar maupun menengah di Degeuwo. Semuanya tidak sah secara hukum.

Melihat situasi dan persoalan demikian, akhirnya pada tahun 2012 pengurus AISWMM dan Tim Terpadu Kabupaten Paniai dan Nabire bersama masyarakat adat pemilik hak ulayat Degeuwo berkumpul di Jayapura dengan tujuan untuk membentuk sebuah lembaga yang representatif.

Lembaga tersebut diberi nama Lembaga Pengembangan Masyarakat Adat Suku Walani, Mee dan Moni (LPMA SWAMEMO). Saat itu dibentuk berdasarkan masukan, saran dan
Share this article :

Posting Komentar

Silahkan Tinggalkan Komentarnya sesuai dengan isi berita yang anda lihat dan baca..?

 
Support : Coretan | Anak Negeri | Boy_Yatipai
Copyright © 2011. Coretanku - CoretanKu
Template Created by Creating Blog Coretan Published by Mas Template
Coretan Anak Negeri West Papua